MAKALAH ETIKA PROFESI JURNALISTIK
KODE ETIK JURNALISTIK
MAKALAH
DISUSUN OLEH
DODIK HANDOKO
BAB I
PENDAHULUAN
Euforia
era reformasi tampaknya masih terasa hingga kini. Tiba-tiba banyak
orang yang merasa berhak menjadi apa saja, termasuk menjadi wartawan.
Orang yang merasa berhak dan mampu menjadi calon legislator bahkan
mencapai ratusan atau bahkan ribuan dalam satu kabupaten / kota.
Khusus
di bidang pers, banyak orang yang tiba-tiba menjadi wartawan dan
memiliki kartu pers, padahal mereka tidak pernah melalui jenjang
pendidikan jurnalistik yang memadai dan benar.
Karena
tidak memiliki pendidikan yang memadai dan tidak pernah mendapatkan
atau mengikuti pendidikan jurnalistik yang memadai dan benar, maka
tidaklah mengherankan kalau banyak oknum wartawan yang menyalahgunakan
profesinya dan melanggar kode etik wartawan atau Kode Etik Jurnalistik.
Perlu
diketahui bahwa yang dimaksud dengan pers adalah lembaga sosial dan
wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi
mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan
informasi, baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar,
serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan
media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
(UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers).
Lalu
apa dan siapa wartawan itu? Wartawan adalah orang yang secara teratur
melaksanakan kegiatan jurnalistik. Wartawan bebas memilih organisasi
wartawan, tetapi mereka harus memiliki dan menaati Kode Etik
Jurnalistik. Sebagai professional dan dalam melaksanakan profesinya,
wartawan mendapat perlindungan hukum.
Wartawan
adalah orang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, rasa keterlibatan
besar terhadap masalah-masalah sosial kemasyarakatan, memiliki
integritas, cermat, andal, siaga, disiplin, serta memiliki keterbukaan.
Sebagai
orang yang senantiasa bersentuhan dengan publik, wartawan dalam
menjalankan profesinya diikat oleh norma dan aturan-aturan yang berlaku
di tengah masyarakat.
Wartawan
pun harus menghormati etika dan kaidah-kaidah yang ada, termasuk
menaati Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang telah disepakati bersama oleh
29 organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers Indonesia, di
Jakarta, Selasa, 14 Maret 2006, dan ditetapkan oleh Dewan Pers pada
Ditetapkan di Jakarta, pada tanggal 24 Maret 2006, melalui Surat
Keputusan Dewan Pers Nomor 03/SK-DP/III/2006, tentang Kode Etik
Jurnalistik.
Dalam
penulisan makalah ini penulis memiliki batasa-batasan masalah guna
untuk membatasi pembahasan makalah ini, agar nantinya dalam pembahasan
tidak keluar dari materi ini. Batasan-batasan itu adalah :
1. Apakah kode etik itu ?2. Apakah dewan per situ ?
3. Seperti apakah kode etik jurnalistik itu ?
4. Seperti apakah etika jurnalistik itu ?
5. Seperti apa kekuatan kode etik itu ?
6. Tantangan apa yang harus dihadapi jurnalistik ?
7. Seperti apakah kepribadian wartawan Indonesia itu ?
8. Pertanggung jawaban seperti apakah yang harus ddilakukan oleh seorang jurnalistik ?
BAB II
PEMBAHASAN
Etika
berasal dari bahasa Latin, ethica, yang berarti aturan atau
kaidah-kaidah moral, tata susila yang mengikat suatu masyarakat atau
kelompok masyarakat, atau profesi. Etika didasari oleh kejujuran dan
integritas perorangan.
Etika
yang mengikat masyarakat dalam sebuah profesi itulah yang disebut Kode
Etik, maka lahirlah berbagai macam Kode Etik, antara lain Kode Etik
Wartawan atau Kode Etik Jurnalistik, Kode Etik Kedokteran, dan Kode
Etik Pengacara.
Di
Indonesia, Kode Etik Wartawan tidak hanya merupakan ikatan kewajiban
moral bagi anggotanya, melainkan sudah menjadi bagian dari hukum
positif, karena Pasal 7 (2) UU Pers dengan tegas mengatakan bahwa
wartawan memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik. Kode Etik
Jurnalistik dimaksud yaitu kode etik yang disepakati organisasi
wartawan dan ditetapkan oleh Dewan Pers.
Dewan
Pers adalah lembaga independen yang dibentuk oleh masyarakat dalam
upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers
nasional. Lembaga ini diakui oleh pemerintah dan mendapatkan biaya dari
pemerintah dalam menjalankan fungsinya.
Fungsi
yang diemban oleh Dewan Pers yaitu melakukan pengkajian untuk
pengembangan kehidupan pers; menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode
Etik Jurnalistik; memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian
pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan
pemberitaan pers; mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan
pemerintah; memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun
peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi
kewartawanan; serta mendata perusahaan pers.
Anggota
Dewan Pers terdiri atas wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan;
pimpinan perusahaan pers yang dipilih oleh organisasi perusahaan pers;
tokoh masyarakat; ahli di bidang pers dan atau komunikasi, dan bidang
lainnya yang dipilih oleh organisasi wartawan dan organisasi perusahaan
pers.
Kode
Etik Jurnalistik yang telah ditetapkan oleh Dewan Pers terdiri atas 11
pasal dan diawali dengan pembukaan, yang antara lain menyatakan bahwa
kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia
yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia PBB.
Juga
dinyatakan bahwa kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk
memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki
dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan
kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya
kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan
norma-norma agama.
Dalam
melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati
hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan
terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat.
Untuk
menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh
informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan
etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan
publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu,
wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik.
Surat Keputusan Dewan Pers No.03/SK-DP/III/2006, tanggal 24 Maret 2006 tentang Kode Etik Jurnalistik :
Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Pasal 3
Wartawan
Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang,
tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan
asas praduga tak bersalah.
Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Pasal 5
Wartawan
Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan
susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku
kejahatan.
Pasal 6
Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
Pasal 7
Wartawan
Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak
bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan
embargo, informasi latar belakang, dan "off the record" sesuai dengan
kesepakatan.
Pasal 8
Wartawan
Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka
atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras,
warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan
martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
Pasal 9
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
Pasal 10
Wartawan
Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru
dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca,
pendengar, dan atau pemirsa.
Pasal 11
Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.
Kode
etik merupakan prinsip yang keluar dari hati nurani setiap profesi,
sehingga tiap tindakanya seseorang yang berprofesi akan membutuhkan
tolak ukur dalam profesinya. Seperti pada profesi jurnalistik memliki
kebebasan pers sendiri tentunya memiliki batasanya sendiri, dimana
batsan yang paling utama dan tak pernah salah adalah apa yang keluar
dari hati nurani, namun kebebasan pers bukan hanya dibatai oleh kode
etik jurnalistik akan tetapi ada batsan yang kuat yang tercantum pada
undang-undang.
Jurnalistik
merupakan cara kerja media massa dalam mengelola dan menyajikan
informasi pada masyarakat,yang bertujuan untuk menciptakan komunikasi
yang efektif, dalam arti informasi yang disebarluaskan merupakan
informasi yang diperlukan. Jurnalistik berasal dari bahasa asing yaitu
diurnal dan dalam bahasa inggris journal yang berarti catatan harian.
Etika
jurnalistik adalah Standart aturan perilaku dan moral yang mengikat
para jurnalistik dalam melaksanakan pekerjaanya. Etika jurnalistik ini
sangat penting dimana bukan hanya mencerminkan standart jkualitas
jurnalistik namun untuk menghindari dan melindungi masyarakat dari
kemungkinan dmpak yang merugikan dari tindakan atu perilaku keliru dari
seorang jurnalis.
Kode
etik dibuat atas prinsip bahwa pertanggung jawaban tentang penataannya
berada terutama pada hati nurani setiap wartawan Indonesia. Dan bahwa
tidak ada satupun pasal dalam kode etik (jurnalistik) yang memberi
wewenang kepada golongan manapun di luar PWI untuk mengambil tindakan
terhadap seorang wartawan Indonesia atau terhadap penerbitan pers.
Karenanya saksi atas pelanggaran kode etik adalah hak yang merupakan
hak organisatoris dari PWI melalui organ-organnya.
Menyimak
dari kandungan kode etik jurnalistik di atas tampak bahwa nilai-nilai
moral, etika maupun kesusilaan mendapat tempat yang sangat urgen, namun
walau demikian tak dapat dipungkiri bahwa kenyataan yang bebicara di
lapangan masih belum sesuai dengan yang diharapkan.
Namun
terlepas dari apakah kenyataan-kenyataan yang ada tersebut melanggar
kode etik yang ada atau norma/aturan hukum atau bahkan melanggar
kedua-duanya, semua ini tetap terpulang pada pribadi insan pers
bersangkutan, dan juga kepada masyarakat, sebab masyarakat sendirilah
yang dapat menilai penerbitan/media yang hanya mencari popularitas dan
penerbitan/media yang memang ditujukan untuk melayani masyarakat, dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dengan tetap menjunjung tinggi
kode etiknya.
Seorang
Jurnalis atau Wartawan harus memiliki berbagai kemampuan dan
keterampilan agar bisa bersaing dan tetap menjalankan profesinya sesuai
dengan Kode etik Jurnalistik. Jika seorang wartawan tidak punya
keinginan untuk mengembangkan diri, dia akan tersingkir dari
kelompoknya.
Salah
satu tantangan yang harus siap dihadapi yakni kesadaran hukum dan
keberanian masyarakat sudah muncul. Mereka meminta hak jawab, berbagai
pihak yang dirugikan bisa melakukan somasi dan tuntutan hukum. Jika
seorang jurnalis menjalankan profesinya sesuai dengan Kode Etik
Jurnalistik, dia akan lebih dihargai oleh masyarakat, nara sumber dan
rekan se-profesinya.
Hal yang bisa dilakukan untuk menghadapi Tantangan, diantaranya :
- Menjalankan pekerjaan sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik.
- Banyak Membaca (buku, koran, kamus populer, internet, UU, Peraturan, Perda dll.)
- Mengikuti berbagai Pelatihan dan Kursus Keterampilan (jurnalistik, bahasa asing, audit, pajak, dll.)
- Menguasai materi sebelum melakukan wawancara.
- Mempunyai data pendukung untuk materi tulisan.
1. Jurnalis Yang Memihak
Profesi
jurnalis rentan sekali untuk memihak kepada satu pihak, sehingga dia
tidak independen lagi dalam mencari berita. Informasi yang disampaukan
karena pesanan pihak tertentu. Contoh Keberpihakan, ketika satu daerah
melakukan pemilihan kepala daerah langsung. Jurnalis menulis berita
tersebut sesuai dengan pesanan tim suksesnya, tanpa memperhatikan
keinginan para pembaca.
2. Jurnalis Masyarakat (Civil Journalist)
Sejak
dibukanya kebebasan Pers tahun 1998 lalu, banyak sekali berbagai
perusahaan media yang muncul dan tenggelam. Tetapi para wartawan maupun
perusahaan media tidak menyadari bahwa jurnalis masyarakat sudah muncul
di dunia maya seperti blog. Para blogger muncul Tanpa perlu latar
belakang pendidikan jurnalistik. Mereka membuat berita sendiri
(meskipun tidak mengikuti kaidah penulisan). Mereka menuangkan ide,
tulisan bahkan makian terhadap pihak tertentu tanpa sensor.
3. Media Gratis
Satu
lagi tantangan bagi perusahaan para jurnalis dan perusahaan pers yakni
maraknya media (koran dan majalah gratis). Media gratis bisa mengurangi
pendapatan kue iklan, karena tarif iklan lebih murah dibanding tarif
iklan di surat koran maupun majalah. Para penulis di media gratis juga
jarang yang berlatar belakang seorang jurnalis. Mereka hanya
mengandalkan materi tulisan dari perusahaan yang memasang iklan,
seperti iklan berita (advetorial).
G. KEPRIBADIAN WARTAWAN INDONESIA
Wartawan
Indonesia adalah warga negara yang memiliki kepribadian, yaitu :
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berjiwa Pancasila, taat pada UUD
1945, bersifat kesatria, menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia dan
berjuang untuk emansipasi bangsa dalam segala lapangan, sehingga dengan
demikian turut bekerja ke arah keselamatan masyarakat Indonesia sebagai
anggota masyarakat bangsa-bangsa.
H. PERTANGGUNG JAWABAN
Bahwa
seorang wartawan Indonesia dengan penuh rasa tanggung jawab dan
bijaksana mempertimbangkan perlu/patut atau tidaknya suatu berita,
tulisan, gambar, karikatur dan sebagainya disiarkan.
Kaitannya
dengan hal di atas, dalam kenyataan yang ada masih terdapat banyak
media cetak yang memuat berita atau gambar yang secara jelas
bertentangan dengan kehidupan sosial yang religius. Namun walau
demikian tampaknya gejala ini oleh sebagian kalangan dianggap sebagai
suatu kewajaran dalam rangka mengikuti perkembangan zaman, sehingga
batasan-batasan etika dan norma yang harusnya dikedepankan, menjadi
kabur bahkan tidak lagi menjadi suatu pelanggaran kode etik, maupun
norma/aturan hukum yang ada.
Sebagaimana
dalam Pasal 5 ayat (1) UU. No. 40/1999 disebutkan bahwa "Pers nasional
berkewajiban memberikan peristiwa dan opini dengan menghormati
norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak
bersalah". Serta ditambahkan lagi dalam Pasal 13 yang memuat larangan
tentang iklan, yaitu iklan yang memuat unsur : Mengganggu kerukunan
hidup antar umat beragama, minuman keras, narkotika, psikotropika dan
zat adiktif lainnya dan penggunaan wujud rokok atau penggunaan rokok.
Pertanggungjawaban
dalam hal ini dapat pula terkait dengan keberpihakan seorang wartawan
terhadap seseorang atau suatu golongan tertentu. Namun lagi-lagi dalam
kenyataannya menunjukkan bahwa keberpihakan tersebut tampaknya telah
menjadi trend dan seolah tidak dipermasalahkan lagi.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Penerapan
kode etik jurnalistik yang merupakan gambaran serta arah, apa dan
bagaimana seharusnya profesi ini dalam bentuk idealnya oleh sebagian
pers atau media massa belum direalisasikan sebagaimana yang diharapkan,
yang menimbulkan kesan bahwa dunia jurnalistik (juga profesi lain)
terkadang memandang kode etik sebagai pajangan-pajangan yang kaku.
Namun terlepas dari ketimpangan dari apa yang seharusnya bagi dunia
jurnalistik tersebut, tampaknya hal ini berpulang pada persepsi dan
obyektifitas masyarakat/publik untuk menilai kualitas, bobot,
popularitas maupun keberpihakan dari suatu media massa.
Kebebasan
pers yang banyak didengungkan, sebenarnya tidak hanya dibatasi oleh
kode etik jurnalistik, tetapi terdapat aturan lain yang dapat
dipergunakan untuk mewujudkan apa yang seharusnya. Untuk itulah masih
diperlukan langkah-langkah konkrit dalam rangka mewujudkan peran dan
fungsi pers, paling tidak menutup kemungkinan untuk dikurangi dari
penyimpangan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
· http://situscoplug.blogspot.com/2011/12/makalah-etik-profesi-jurnalistik.html· http://pusat-makalah-hukum.blogspot.com/
· http://situscoplug.blogspot.com/search/label/Referensi%20Hukum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar